This is a free and fully standards compliant Blogger template created by Templates Block. You can use it for your personal and commercial projects without any restrictions. The only stipulation to the use of this free template is that the links appearing in the footer remain intact. Beyond that, simply enjoy and have fun with it!

Friday, May 22, 2009

Penelitian Tindakan Kelas

peningkatan kemampuan menghitung pecahan melalui pendekatan kontekstual pada kelas III


BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah

Tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain : Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut hanya dapat dicapai melalui pembangunan nasional , yang pada hakikatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Ciri-ciri manusia Indonesia seutuhnya telah dijelaskan di dalam undang-undang pendidikan nasional yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab bermasyarakat dan kebangsaan.

Demi tercapainya tujuan nasional tersebut di atas dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk menjadi manusia yang berkualitas memang tidak mudah akan tetapi harus bergulat dan menguasai berbagai disiplin ilmu.

Mata pelajaran matematika adalah satu diantara mata pelajaran yang sangat vital dan berperan strategis dalam pembangunan iptek, karena mempelajari matematika sama halnya melatih pola inovatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

Pentingnya ilmu matematika dalam kehidupan manusia tidak perlu diperdebatkan lagi. Ilmu matematika tidak hanya untuk matematika saja tetap teori maupun pemakaiannya praktis banyak membantu dan melayani ilmu-ilmu lain (Ruseffendi dkk, 1993:106). Bisa dikatakan bahwa semua aspek kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari ilmu ini. Artinya bahwa matematika digunakan oleh manusia disegala bidang.

Meskipun ilmu matematika merupakan ilmu yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat umum, namun sering kali ilmu ini dipahami dengan cara yang salah. Ilmu ini sering kali sekedar dipahami sebagai rumus-rumus yang sulit sehingga banyak siswa yang kurang menyukainya. Matematika memang merupakan ilmu yang mengkaji obyek abstrak dan mengutamakan penalaran deduktif. Sifat ilmu matematika yang demikian itu tentu saja akan menimbulkan kesulitan bagi anak-anak usia sekolah dasar ( SD ) yang mempelajari matematika.

Secara umum kenyataan ini dapat dilihat dari hasil rata-rata nilai UAS khususnya pada mata pelajaran matematika masih memprihatinkan. Oleh karena itu berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pelajaran khususnya mata pelajaran matematika terus dilakukan. Upaya itu antara lain penggunaan pendekatan yang tepat. Disamping itu faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar adalah dari dalam diri siswa maupun dari luar siswa.

Sebelum dilakukan penelitian ini pada mata pelajaran matematika di kelas III SDN I Bendo Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali khususnya pada menghitung pecahan nilai rata-rata siswa untuk tiga tahun terakhir <>

No

Tahun Ajaran

Rata – rata yang diperoleh

1

2006/2007

5,75

2

2007/2008

5,50

3

2008/2009

5,75

Hal ini dikarenakan kurangnya minat siswa dalam memahami pecahan, disamping itu faktor dari guru juga berpengaruh pada hasil belajar siswa. Objek Matematika adalah benda pikiran yan bersifat abstrak dan tidak dapat diamati dengan panca indra (Pujianti, 2004 :1). Karena itu wajar apabila matematika tidak mudah dipahami oleh kebanyakan siswa Sekolah Dasar sampai SMP bahkan untuk sebagian siswa SMA sekalipun. Unruk mengatasi hal tersebut, maka dalam mempelajari suatu konsep /prinsip-prinsip matematika diperlukan pengalaman melalui pendekatan yang membawa anak berpikir konkret ke abstrak, yaitu melalui pendekatan konstektual.

Belajar matematika itu sering dianggap sebagai mata pelajaran yang menakutkan oleh siswa. Dengan pendekatan kontektual kita ingin mencari solusi, bagaimana supaya belajar matematika khususnya pecahan menjadi menyenangkan, kreatif, serta sesuai dengan realita yang ada. Pembelajaran kontekstual merupakan proses belajar dan mengajar dengan pendekatan kehidupan sehari-hari. Model belajar matematika yang berfokus pada guru diharapkan dapat dikurangi. Sebaliknya, melaksanakan strategi yang dapat melibatkan siswa aktif belajar, baik secara mental, intelektual, fisik maupun sosial.

(http:www.beduatsuko.blogspot.com/sriwijaya post online/23/04/2009)

Sehubungan dengan latar belakang di atas, penilit tertarik untuk meneliti tentang peningkatan kemampuan menghitung pecahan melalui pendekatan kontekstual pada kelas III SD N I Bendo Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali tahun pelajaran 2009/2010.

  1. Perumusan Masalah

Dari permasalahan di atas, dapat diidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut:

  1. Bagaimanakah penerapan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan belajar menghitung pecahan siswa kelas III SD N I Bendo Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010 ?
  2. Apakah pendekatan konstektual mampu meningkatkan kemampuan belajar menghitung pecahan pada siswa kelas III SD N I Bendo Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010 ?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

  1. Mengetahui penerapan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan kemampuan belajar menghitung pecahan siswa kelas III SD N I Bendo Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010.
  2. Meningkatkan kemampuan belajar menghitung pecahan pada siswa kelas III SD N I Bendo Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010.
  1. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini ada 2 macam, yaitu manfaat secara teoretis dan manfaat secara praktis.

1. Manfaat secara teoretis

a. Mampu memberi masukan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran pecahan.

b. Mampu meningkatkan pemahaman konsep pembelajaran pecahan

2. Manfaat secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak berikut :

a. Guru (peneliti sendiri)

meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan mengatasi dan menghadapi siswa-siswi kelas 3 SD yang mengalami kesulitan pembelajaran dalam bidang matematika khususnya dalm menhgitung pecahan, sehingga tercipta suatu proses pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan untuk membantu perkembangan siswa yang optimal.

b. Siswa

Berkembang daya kreatifitas dan inovasinya sehingga meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami pecahan dan dapat menemukan hal baru yang positif.

c. Sekolah

Mampu menjadi pendorong untuk selalu mengadakan pembaharuan, menjadi bahan kajian untuk mengembangkan proses pembelajaran ke arah yang lebih baik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


A. Kajian Teori

1. Kemampuan Belajar

a. Pengertian Kemampuan Belajar

Dalam hal ini pengertian kemampuan belajar hampir disamakan dengan prestasi belajar, sehingga disajikan beberapa pengertian tentang prestasi belajar.

Anton M. Moeliono (1993 : 700),memberikan pengertian prestasi sebagai hasil yang telah dicapai setelah seseorang melakukan kegiatan, jadi prestasi seseorang dapat diukur baik burukknya, tinggi rendahnya, setelah seseorang melakukan pekerjaan. Bukan saja terbatas pada bidang pendidikan tetapi juga pada bidang lain.

Winkel (1989 : 162) berpendapat bahwa, prestasi belajar adalah : bukti usaha yang dapat dicapai, uraian ini sesuai dengan pendapat Zainal Arifin (1990 : 3 ) Prestasi berupa kemampua, ketrampilan, dan sikapseseorang dalam menyelesaikan suatu hal.

Sutratinah Tirtonegoro (1989:43) menyatakan bahwa prestasi merupakan hasil usaha yang dilakukan dan menghasilkan perubahan yang dinyatakan dalam bentuk simbol untuk mewujudkan kemampuan dalam pencapaian hasil kerja tertentu.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat diambil elemen-elemen penting yang terkandung dalam pengertian prestasi:

1) Prestasi adalah hasil yang dicapai setelah melakukan kegiatan.

2) Prestasi dapat dinyatakan dengan perubahan atau kemampuan.

3) Prestasi menunjukkan tingkat keunggulan dari seseorang yang berprestasi tersebut.

Berdasarkan pada berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah semua kemampuan, ketrampilan dan kecakapan siswa yang dinyatakan dalam bentuk angka atau huruf tertentu sebagai cerminan penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran yang telah dipelajari.

b. Teori -Teori Belajar

Belajar merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dan dilakukan oleh setiap orang. Adapun usaha yang dilakukan untuk merancang, memilih dan melaksanakan berbagai metode serta teori dan pendapat yang dikemukakan para ahli tentang pendekatan pembelajaran dan belajar adalah sebagai berikut :

1). Menurut Ki Hajar Dewantara (Arifin, 1997 :107 ), guru harus membimbing anak didik ke arah kemajuan sejati sesuai dengan kodrat dan perkembangannya serta memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk aktif sendiri.

2). Menurut Gagne ( Dimyati dkk, 2006 : 10 ), belajar merupakan kegiatan yang konpleks, hasil belajar berupa kapabilitas, setelah belajar orang memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.

3). Kimble dan Garmezi (Sudjana, 1989 : 13) menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman.

4). Belajar merupakan suatu preses dari seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut hasil belajar, yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif permanen.( Abdurrahman, 2003 : 28)

5). Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Learning is defined as the modificatiaon or strengthening of behavior through experiencing )( Oemar Hamalik, 2006 :27).

Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang relatif menetap dan dengan disertai usaha orang tersebut. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan perubahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan ketrampilan, sikap pengertian dan menyangkut segala aspek tingkah laku pribadi seseorang. Dengan demikian belajar menyangkut unsur cipta, ras dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Di samping itu belajar merupakan suatu yang keluar dalam diri anak, meningkatkan perkembangan mental anak terhadap yang lebih tinggi. Dapat dilakukan dengan memperkaya pengalaman anak terutama pengalaman konkret, karena dasar perkembangan mental adalah melalui pengalaman-pengalaman aktif dengan menggunakan benda-benda disekitarnya. Piaget ( Meysaroh, 2003), membagi fase perkembangan kognitif sebagai berikut :

1) Fase Sensori Motor (umur 0-2 tahun)

Aktivitas kognitif pada fase sensori motor didasarkan terutama atas pengalaman langsung melalui panca indera.

2) Fase Intuitif atau Pra operasional (umur 2-7 tahun)

Pada fase ini kualitas berfikir ditransformasikan, anak tidak terikat lagi pada lingkungan. Anak gemar meniru dan mampu menerima khayalan dan pengertian tidak logis seperti hal-hal yang fantastik. Tetapi perlu diingat bahwa pengertian anak secara kualitatif berbeda dengan pengertian orang dewasa, pengertian anak diliputi imajinasinya.

3) Fase Operasional Konkrit (umur 7-11 tahun)

Pada fase ini menunjukkan re-organisasi dalam struktur mental anak. Pengajaran di sekolah dasar sesuai dengan perkembangan kognitif. Anak bisa melakukan aktifitas seperti menghitung, mengelompokkan, membentuk dan sebagainya.

4) Fase Operasional Formal ( umur 11-16 tahun )

Pada fase ini anak belajar mengenal kaidah yang lebig canggih. Mereka dapat mengembangkan hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Pada fase ini mereka dapat menyimpulkan moral dalam suatu cerita.

c. Tinjauan Mengenai Kesulitan Belajar

1). Pengertian Kesulitan Belajar anak

Menurut Hallahan (dalam Abdurahman, 2003 : 6) kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, ataupun menghitung.

Menurut The National Joint Committe for Learning Disabilities (NJCLD)(dalam Abdurahman, 2003 : 7) di sini disebutkan bahwa kesulitan belajar menunjuk pada sekelompok kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, dan menalar.

Sehingga dari sini dapat kita artikan bahwa kesulitan belajar merupakan suatu kondisi ketidakmampuan yang nyata pada orang-orang yang memiliki intelejensi rata-rata, yang juga memiliki sistem sensori yang cukup lama pula, berbagai kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap harga diri, pendidikan dan atau aktivitas sehari-hari sepanjang hidup.

2). Faktor penyebab kesulitan belajar

Menurut Kirk dan Gallager (Abdurahman, 2003:13) mejelaskan bahwa faktor kesulitan dalam belajar dapat disebabkan oleh adanya faktor kondisi fisik, lingkungan, motivasi dan sikap, dan faktor psikokologis. Kesulitan belajar adalah kurangnya perseps, ketidakmampuan kognitif, lamban dalam bahasa, semuanya dapat menyebabkan terjadinya kesulitan dalam bidang akademik.

Sedangkan menurut Abdurahman (2003:13) terjadinya kesulitan belajar terdapat adanya dua faktor yaitu;

a) Faktor Internal yaitu ; adanya disfungsi neurologis.

b) Faktor Eksternal yaitu yang merupakan penyebab utama problem belajar, yang meliputi; strategi belajar yang keliru, pengelolaan kegiatan pembelajaran yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak dan pemberian ualangan penguatan yang tidak tepat.

Selain tersebut di atas ada beberapa faktor lain yang dapat menghambat proses belajar siswa, yaitu:

(1) Verbalisme

Ini terjadi apabila guru terlalu banyak atau hanya menggunakan kata-kata dalam menjelaskan isi pelajaran, memberikan contoh-contoh dan ilustrasi-ilustrasi yang diperlukan. Situasi tersebut dengan mudah dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa, apalagi bila kata yang digunakan banyak yang terdengar asing atau diluar penguasaan siswa.

(2) Kekacauan makna

Adanya kesalahan penafsiran oleh siswa terhadap sesuatu yang ia terima, timbulnya kekeliruan makna dari konsep yang sebenarnya.

(3) Kegemaran berangan-angan

Kegemaran berangan-angan dapat menggaggu konsentrasi siswa ketika sedang dalam pembelajaran dan dapat menyebabkan menghambat tercapainya tujuan pengajaran.

(4) Persepsi yang kurang tepat

Ini dapat terjadi disebabkan karena adanya perbedaan latar belakang pengalaman, pengetahuan, tingkat kemahiran, serta kosa kata yang berbeda, dan bukan karena inderanya tidak berfungsi dengan baik. Hal ini biasa terjadi pada sejumlah siswa yang sama-sama duduk dalam satu kelas dan mengikuti pelajaran yang sama.

3). Gejala dan Komponen kesulitan belajar

Gejala kesulitan belajar siswa dapat dilihat dari berbagai hal, yaitu ;

a) Prestasi akademik anak yang di bawah rata-rata dari temannya

b) Anak mengalami kesulitan akademik dalam salah satu bidang studi tertentu

c) Anak mengalami kesulitan dalam hal pemusatan perhatian pada saat terjadi proses pembelajaran.

Sedangkan komponen-komponen kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan anak menurut Lovit (Abdurahman 2003:71) adalah meliputi;

(1) Perhatian

(2) Ingatan

(3) Persepsi

d) Berfikir

e) dan Bahasa

Pembentukan konsep ini sangat bergantung pada kemampuan anak untuk mengklarifikasi obyek dan peristiwa, kelainan dalam berfikir juga berhubungan kemampuan berbahasa lisan.

d. Kesulitan Belajar Matematika

Menurut Lerner, kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia (dyscalculis) ( Abdurrahman, 2003 : 259). Istilah diskalkulia memiliki konotasi medis, yang memandang adanya keterkaitan dengan gangguan sistem saraf pusat. Sedang kesulitan belajar matematika yang berat oleh Kirk disebut akalkulia (acalculia) ( Abdurrahman, 2003 : 259 ).

Menurut Lerner ( Abdurrahman 2003 : 259 ), ada beberapa karakteristik anak berkesulitan belajar matematika, yaitu :

1). Adanya gangguan dalam hubungan keruangan

2). Abnormalisai persepsi visual

3). Asosiasi visual-motor

4). Perseverasi

5). Kesulitan mengenal dan memahami simbol

6). Gangguan penghayatan tubuh

7). Kesulitan dalam bahasa dan membaca

8). Performance IQ jauh lebih rendah daripada skor Verbal IQ.

Ada beberapa kekliruan yang dilakukan oleh anak berkesulitan belajar matematika, yaitu dalam memahami simbol, nilai tempat, perhitungan, penggunaan proses yang keliru, dan tulisan yang tidak dapat dibaca.

e. Strategi Belajar Matematika

Sebagai seorang pengajar yang mengajarkan matematika hendaknya dapat meyakinkan siswa dan masyarakat bahwa matematika itu termasuk ilmu pengetahuan yang telah dipilih untuk diajarkan di sekolah. Ini berarti bahwa belajar matematika di sekolah gunanya tidak hanya menambah pengetahuan, ketrampilan, terjadinya perubahan siakp akan tetapi diharapkan juga siswa dapat mempergunakan apa yang telah dipelajari untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam situasi yang baru dilingkungan masyarakat.

Matematika tersusun secara hirarkis, sehingga ada pula hirarki dalam belajar matematika, artinya untuk belajar matematika haruslah bertahap dan berurutan. Menurut Nasution (1995 :176), untuk memanipulasi sesuatu untuk dapat memecahkan suatu masalah, seseorang harus menguasai kemampuan-kemampuan atau aturan-aturan yang lebih sederhana yang merupakan prasyarat guna pemecahan. Dengan demikian untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari siswa akan mempenagruhi terjadinya proses belajar materi matematika tersebut, jika ada sesuatu yang tidak dikuasai dalam tahap tertentu, maka siswa akan mengalami kesulitan pada tahap berikutnya. Dan apabila dari pendidikan dasar siswa sudah tidak memperhatikan hal tersebut maka siswa akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan pemahaman matematika pada jenjang yang lebih tinggi. Herman Hudoyo berpendapat bahwa untuk mempelajari konsep B yang mendasarkan kepada konsep A, seseorang perlu memahami lebih dulu konsep A. Tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang itu memahami konsep B (Hudoyo, 1989:2).

2. Pendekatan Konstektual

a. Pengertian Pendekatan Konstektual

Strategi pembelajaran konstektual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran (Wina Sanjaya, 2007 : 253). Siswa didorong untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang akan dipelajarinya.

Belajar dalam konteks CTL bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung (Wina Sanjaya, 2007 : 253). Melalui proses berpengalam itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya berkenbang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga psikiomotorik.

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannay dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Wina Sanjaya, 2007 : 253). Pembelajaran dan pengajaran kontekstual sebagai sebuah sistem mengajar didasarkan pada pikiran bahwa makna muncul dari hubungan antara isi dan konteksnya (Elaine B Johnson 2009 : 34). Konteks memberikan makna pada isi. Semakin banyak keterkaitan yang ditemukan siswa dalam suatu konteks yang luas, semakin bermaknalah isinya bagi mereka.

Pendekatan Kontekstual atau Contekxtual Teaching and Learning (CTL), merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga masyarakat (http: ipotes.wordpress.com / 2009/04/23/pendekatan kontekstual ).

Dari berbagai pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa strategi atau pendekatan kontekstual merupakan strategi pembalajaran yang mengaitkan dunia nyata ke dunia abstrak yang dimilki siswa sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.

Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu :

1). Mengaitkan (relating)

Adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketika ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.

2). Mengalami (experiencing)

Merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengalaman maupun pengetahuan sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.

3). Menerapkan (applying)

Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia melakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikan latihan yang realistis dan relevan.

4). Bekerjasama (cooperating)

Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membantu siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.

5). Mentransfer (transfering)

Peran guru membuat bermacam-macam pengalaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan hafalan.

b. Komponen-Komponen CTL

Menurut Wina Sanjaya (2007:262) CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki tujuh asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Seringkalai asas ini disebut juga komponen-komponen CTL. Selanjutnya ketujuh asas dijelaskan di bawah ini :





1). Konstruktivisme (constructivism)

Merupakan landasan berpikir CTL. Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif sisw berdasarkan pengalaman, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya.

2). Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan kontekstual, karena pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari perumusan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan dan yang terakhir membuat kesimpulan.

3). Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir. Kegiatan bertanya berguna untuk :

a). Menggali informasi

b). Menggali pemahaman siswa

c). Membangkitkan respon kepada siswa

d). Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa

e). Mengetahui hal-hal yang sudah siketahui siswa

f). Menfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru

g). Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kambali pengetahuan siswa.

4). Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperoleh dari “sharing” antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu. Masyarakat belajar terjadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.

5). Pemodelan (Modeling)

Pemodelan pada dasrnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya melakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.

6). Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Refleksi merupakan cara berfikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.

7). Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)

Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.

c. Ciri-Ciri Pembelajaran Kontekstual

Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual :

1). Menekanakan pada pentingnya pemecahan masalah

2). Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks

3). Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri

4). Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri.

5). Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda

6). Menggunakan penilalian otentik

(http: ipotes.wordpress.com / 2009/04/23/pendekatan kontekstual )

d. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kontekstual

1). Kelebihan Pembelajaran Kontekstual ( CTL)

Kelebihan CTL dapat membawa dunia peserta didik sebagai media pembelajaran di kelas, dengan membawa mereka ke dunia pengajaran, peserta didik tanpa merasa dipaksa dalam belajar. Penerapan CTL seperti layaknya Quantum Learning.

(http: ipotes.wordpress.com / 2009/04/23/pendekatan kontekstual )

2). Kelemahan Pembelajaran Kontekstual ( CTL )

Meskipun pembelajaran kontekstual banyak sekali kelebihannya namun pembelajan ini juga memiliki kelemahan, antara lain :

a). Ketidaksiapan pesrta didk untuk berbaur

b). Kondisi kelas atau sekolah yang tidak menunjang pembelajaran.

(http: ipotes.wordpress.com / 2009/04/23/pendekatan kontekstual )

3.Materi Pengerjaan Pecahan Melalui Pendekatan Kontekstual

a. Pengertian Pecahan

Menurut kamus matematika“ Pecahan adalah (1) hasil dari pembagian, (2) suatu perbandingan, suatu pecahan dapat ditulis dimana a dan b adalah bilangan bulat, a disebut penbilang dan b disebut penyebut, (3) suatu bilangan yang dibandingkan dengan 1” (Roy Hollands, 1984).

Sedangkan Sumartono dkk (1979 :118), menyatakan bahwa “ suatu pecahan digunakan untuk mengadakan suatu bagian dari keseluruhan, suatu bagian dari satu daerah, suatu bagian dari suatu himpunan.”

David Glover ( 2006 : 50 ) berpendapat bahwa, “a fraction is a number that is less than a whole number. Half is fraction”. Pecahan adalah bilangan yang nilainya kurang dari bilangan bulat. Setengah merupakan pecahan.

Pecahan dapat ditulis dalam beberapa cara. Pecahan biasa, seperti , ditulis dengan sebuah pembilang dan sebuah penyebut. Penyebut dari adalah 2, yang menyatakan bahwa keseluruhan yang utuh telah dibagi menjadi dua bagian yang sama. Lali, pembilang dari adalah 1, yang menyatakan bahwa ada satu bagian dalam pecahan.

Pecahan terdiri dari beberapa macam, antara lain :

1). Pecahan sederhana

Pecahan sederhana adalah pecahan yang pembilang dan penyebutnya bilangan bulat dimana pembilang dan penyebut koprim.

Contoh : , ,

2). Pecahan Murni

Pecahan murni adalah pecahan dimana pembilang lebih kecil dari penyebut.

Contoh : , ,

3). Pecahan tak murni

Pecahan tak murni adalah pecahan dimana pembilang lebih besar dari penyebut.

Contoh : , ,

4). Pecahan Campuran

Pecahan campuran adalah bilangan yang terdiri atas bilangan bulat dan pecahan.

Contoh : 3, 1, 2

5). Pecahan Senama

Kalau ada dua pecahan yang mempunyai penyebut sama, maka pecahan itu dinamakan pecahan senama.

Contoh : , ,

6). Pecahan Negatif

Contoh : -, -2

b. Materi Pecahan Sederhana

Cara terbaik untuk menjelaskan pecahan adalah dengan membagi makanan, tanah liat, buah, kertas, atau benda-benda lain menjadi dua, tiga, atau empat bagian yang sama. Dalam pembelajaran ini peneliti menggunakan coklat batang dan kertas lipat sebagai media pembelajaran.

1). Pecahan dan

(a) Mengenal pecahan dan




Sebuah coklat dibagi menjadi dua bagian yang sama. Susi sedang memakan satu bagian coklat. Bentuk adalah pecahan yang menunjukkan bagian coklat yang dimakan susi. Ketika membaca sebuah pecahan, ucapkan bilangan yang ada di atas terlebih dahulu, kemudian bilangan yang ada di bawahnya. Pecahan dibaca satu per dua.




Coklat kedua dibagi menjadi empat bagian yang sama. Arya sedang memakan satu bagian coklat. Bentuk adalah pecahan yang menunjukkan bagian coklat yang dimakan Arya. Ketika membaca sebuah pecahan, ucapkan bilangan yang ada di atas terlebih dahulu, kemudian bilangan yang ada di bawahnya. Pecahan dibaca satu per empat.

2). Pecahan dan

(a) Mengenal pecahan dan





(1). Sukma memotong 1 kertas lipat menjadi 3 bagian yang sama

(2) Berapa bagian setiap potongan kertas lipat tersebut ?

(3). Jika suatu benda dibagi menjadi 3, maka menjadi sepertigaan yaitu berarti tiga bagian atau dalam kalimat matematika ditulis




(4) dibaca sepertiga atau satu per tiga




(5) Bagaimana jika 1 kertas lipat dipotong menjadi 6 bagian yang sama ?

(6). Jika suatu benda dibagi enam sama besar, maka menjadi seperenaman atau dalam kalimat matematika ditulis











(7). dibaca seperenam atau satu per enam

Angka yang ada di atas disebut pembilang. Pembilang menunjukkan berapa bagian yang sama dari suatu besaran (bagian utuh ) yang dipertimbangkan. Angka yang ada di bawah disebut penyebut. Penyebut menunjukkan banyaknya seluruh bagian yang sam dari suatu besaran.

3). Menyajikan nilai pecahan dengan menggunakan berbagai bentuk gambar dan sebaliknya, misalnya :

(a). Tentukan nilai pecahan setiap bagian dari benda-benda berikut !

(1).




(2).




(3).






(4).




(5).




(b). Warnailah bagian dari benda-benda berikut !




(1).




(2).




(c). Warnailah bagian dari benda-benda berikut !

(1).






B. Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir merupakan sintesis tentang hubungan antar variable yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan itu selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis sehingga menghasilkan sintesis tentang hubungan antar variable yang diteliti.

Dalam hal ini kerangka berfikir dibuat sebagai garis besar masalah yang akan diteliti, yang dituliskan dalam kerangka pemikiran yang ditujukan untuk mengarahkan jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok permasalahan.

Kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut :

Kemampuan menghitung pecahan Penggunaan pembelajaran CTL

Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3

Mengenal Mengenal Menulis

Pecahan pecahan dan membaca

dan dan pecahan

Kemampuan belajar pecahan siswa meningkat

C. Perumusan Hipotesis Kerja

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitan. Hipotesis merupakan kesimpulan kerangka berfikir. Dari rumusan masalah di atas maka dapat dituliskan hipotesis sebagai berikut :

“Melalui pembelajaran kontekstual mampu meningkatkan kemampuan belajar pecahan pada siswa kelas 3 SD N I Bendo Kecamatan Nogosari tahun pelajaran 2009/2010”




BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Setting penelitian ini mengacu pada waktu dan tempat penelitian. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri I Bendo. Pemilihan tempat ini didasarkan pada pertimbangan :

1. Merupakan tempat peneliti mengajar, sehingga mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian.

2. Tidak mengganggu tugas mengajar peneliti

3. Tidak mengganggu proses belajar mengajar pada awal tahun pelajaran

Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan, yaitu bulan Juli s.d September 2009.

B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas III SD N I Bendo Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. Dengan jumlah siswa sebanyak 14, yang terdiri 6 siswa putra dan 8 siswa putra.

C. Data dan Sumber Data

1. Data

Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta maupun angka (Arikunto 1993 : 91)

Data yang dikumpulkan berupa informasi tentang kemampuan dalam belajar menghitung pecahan, motivasi siswa, serta kemampuan guru dalam menyusun rencana pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran (termasuk penggunaan strategi pembelajaran) di kelas.

2. Sumber Data

Data informasi yang paling penting dikumpulkan untuk kemudian dikaji yang menghasilkan data kualitatif. Data tersebut akan digali dari berbagai sumber dan jenis data yang dimanfaatkan dalam penelitian, meliputi :

a. Informan atau nara sumber yang terdiri dari siswa kelas 3 SD N I Bendo

b. Hasil pengamatan pelaksanaan proses belajar

c. Dokumen atau arsip, yang antara lain berupa Kurikulum, Rencana Pembelajaran, dan buku penilaian

D. Teknik Pengumpulan Data

Sejalan dengan data yang akan dikumpulkan serta sumber data yang ada selanjutnya dikemukakan teknik pengumpulan data.

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data tersebut antara lain :

1. Observasi (Pengamatan)

Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki. Observasi yang dilakukan peniliti dalam penelitian ini adalah dengan observasi berperan/partisipatis. Observasi ini dilakukan secara formal di dalam ruang kelas pada saat pembelajaran berlangsung.

2. Wawancara

Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsuns secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan. Wawancara yang digunakan bersifat lentur, tidak terstruktur kelak, tidak mendalam, peneliti akan menerima informasi rinci dan mendalam dan menemukan informasi yang mendalam, peneliti akan menerima informasi rinci dan mendalam. Dengan kelenturannya informan akan dengan jujur mengemukakan informasi yang sebenarnya.

3. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data yang bersumber dari dokumen dan arsip. Dokumen berupa daftar nilai, daftar hadir siswa dan arsip-arsip lain yang dimiliki guru kelas 3.




E. Teknik Pemeriksaan Validitas Data

Untuk menjamin dan mengembangkan validitas data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan trianggulasi.

Adapun dari trianggulasi yang ada hanya menggunakan 2 teknik :

1.Trianggulasi data (sumber), dengan cara : mengumpulakan data yang sejenis dari sumber data yang berbeda. Dengan teknik trianggulasi data diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih cepat, sesuai keadaan siswa kelas 3 SD N I Bendo.

2.Trianggulasi metoda, dengan cara : mengumpulkan data dengan metode pengumpulan data dari informan yang berbeda tetapi mengarah pada sumber data yang sama.

Mengumpulkan data dengan metode pengumpulan data yang beda mengarah pada sumber data yang sama.

F. Teknik Analisis Data

Yang dimaksud analisis data adalah cara mengelola data yang sudah diperoleh dari dokumen.Agar hasil penelitian dapat terwujud sesuai dengan tujuan yang diharapkan maka dalam menganalisis data penelitian ini menggunakan analisis model interaktif Milles dan Huberman. Kegiatan pokok analisa model ini meliputi : reduksi data, penyajian data, kesimpulan-kesimpulan penarikan/verifikasi (Milles dan Huberman 2000: 20 ).

Adapun rincian model tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Reduksi data

Reduksi data yaitu proses pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan tranformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan, reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi (Milles dan Huberman 2000 : 16).

2. Penyajian data

Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam pelaksanaan penelitian penyajian-penyajian data yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid.

Untuk menampilkan data-data tersebut agar lebih menarik maka diperlukan penyajian yang menarik pula.

3. Kesimpulan-kesimpulan : penarikan /verifikasi

Setelah data-data direduksi, disajikan langkah terakhir adalah dilakukannya penarikan kesimpulan : penarikan/verifikasi. Data-data yang telah didapatkan dari hasil penelitian kemudian diuji kebenarannya. Penarikan kesimpulan ini merupakan bagian dari konvigurasi utuh, sehingga kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi data yaitu : pemeriksaan tentang benar dan tidaknya hasil laporan penelitian. Sedang kesimpulan adalah tinjauan ulang pada catatan di lapangan atau kesimpulan dapat diuji kebenarannya, kekokohannya merupakan valiliditasnya. (Milles Huberman, 2000 : 19).

Berdasarkan uraian di atas maka reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai suatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar, untuk mem bangun wawasan umum yang disebut analisis. Kegiatan pengumpulan data itu sendiri merupakan proses siklus dan interaktif.

Oleh karena penelitian ini sifatnya kualitatif maka diperlakukan adanya objektivitas, subjektivitas, dan kesepakatan intersubjektivitas dari peneliti agar hasil penelitian tersebut mudah dipahami bagi para pembaca secara mendalam.

Adapun hubungan interaksi antara unsur-unsur kerja analisis tersebut dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram sebagai berikut :

Pengumpulan data

(Data Colection)

(2) Penyajian Data

(1) (Data Display)

Reduksi Data

(Data Reduction) (3)

Kesimpulan-Kesimpulan

Penarikan/Verivikasi

Bagan 1.Siklus Analisis Interaktif

Dari bagan tersebut di atas, langkah yang akan ditempuh dalam penelitian ini adalah:

1. Melakukan analisis awal, bila data yang didapat di kelas sudah cukup data

yang dikumpulkan

2. Mengembangkan bentuk sajian data, dengan menyusun coding dan matrik

yang berguna untuk penelitian selanjutnya

3. Melakukan analisis data di kelas dan mengembangkan matrik antar kasus

4. Merumuskan simpulan akhir sebagai temuan penelitian

5. Merumuskan kebijakan sebagai bagian dari pengembangan saran dalam laporan akhir penelitian.

G. Indikator Kinerja

Indikator kinerja merupakan rumusan kinerja yang akan dijadikan acuan dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian. Yang menjadikan indikator kinerja dalam penelitian ini adalah apabila 80 % dari jumlah siswa dalam mengerjakan soal tes mendapat nilai ≥ 6,5.




H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini direncanakan terdiri dari 3 siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu : perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.

1. Siklus I

a. Rencana

1). Mencari data yang berhubungan dengan penggunaan pendekatan kontekstual dan cara penerapannya.

2). Guru menyiapkan rencana pembelajaran dengan materi mengenal pecahan dan

b. Tindakan

1) Memberikan pengetahuan tentang pentingnya penggunaan pendekatan kontekstual dalam proses pembelajaran.

2) Menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran pecahan sederhana

c. Observasi

1) Melakukan observasi kegiatan pembelajaran materi pecahan dengan menggunakan pendekatan kontekstual.

2) Pengamatan terhadap kemampuan belajar siswa sebelum dan sesudah penggunaan pendekatan kontekstual .

d. Refleksi

Refleksi dilakukan setelah mengadakan pengamatan. Jika tindakan belum tercapai secara optimal, maka perlu adanya perbaikan pada siklus II.




2. Siklus II

a. Rencana

1). Membaca sumber yang dapat membuat pembelajaran melaui pendekatan kontekstual lebih memotivatif belajar, kreatif dan menimbulkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

2). Guru menyiapkan rencana pembelajaran dengan materi mengenal pecahan dan

b. Tindakan

Pemantapan penggunaan pendekatan kontekstual untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ada serta pemecahan masalah.

c. Observasi

Melakukan observasi kembali terhadap proses pembelajaran materi pecahan dengan menggunakan pendekatan kontekstual.

d. Refleksi

Refleksi dilakukan setelah melakukan tindakan. Jika tindakan belum tercapai secara optimal, maka perlu adanya perbaikan pada siklus III.

3. Siklus III

1) Rencana

Guru mengidentifikasi dan merumuskan masalah berdasarkan masalah pada refleksi siklus II.

Guru menyiapkan rencana pembelajaran dengan materi pelajaran membaca dan menulis lambang pecahan.

2) Tindakan

Menyajikan nilai pecahan dengan menggunakan berbagai bentuk gambar dengan kertas lipat.

Guru memberikan penjelasan tentang penulisan pecahan.

3) Observasi

Melakukan observasi kembali terhadap proses pembelajaran materi pecahan dengan menggunakan pendekatn kontekstual. Dalam observasi ini yang diutamakan yaitu cara penggunaan dan pemahaman konsep tentang pembejaran materi nilai pecahan sederhana.

4) Refleksi

Refleksi dilakukan setelah melakukan tindakan. Jika tindakan sudah tercapai secara optimal maka siklus dihentikan.

Adapun siklus-siklus dalam Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan ini menggunakan model Kurt Lewin; siklus analisis interaksi.

ACTING

PLANNING Siklus I OBSERVING

Konsep/Teori

REFLECTING

ACTING

PLANNING Siklus II OBSERVING

Konsep/Teori

REFLECTING

ACTING

PLANNING Siklus III OBSERVING

Konsep/Teori

REFLECTING

Bagan 2 Siklus Analisis Interaksi










JADWAL PENELITIAN

No

Kegiatan Penelitian

Bulan ke

Juli

Agustus

September

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

1.

Persiapan

2.

Koordinasi

3.

Pengumpulan data dan sumber

4.

Perencanaan tindakan

5.

Pelaksanaan Siklus I

6.

Pelaksanaan Siklus II

7.

Pelaksanaan Siklus III

8

Penyusunan Laporan

9.

Penyelesaian Laporan

10.

Ujian Penelitian

11.

Penjilidan

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Amir. 2007. Dasar-Dasar Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: UNS Press.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

B Johnson, Elaire. 2009. Contextual Teaching and Learning : Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna (terjemahan). Bandung : MLC.

Dimyati & Mulyono. 2003. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Glover, David. 2006. Seri Ensiklopedia Anak A-Z Matematika : Volume 1 A-F (terjemahan). Bandung : Grafindo Media Pratama.

Hamalik, Oemar. 2006. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

http: ipotes.wordpress.com / 2009/04/23/pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning.

http:www.indomedia.com/sriwijaya post online/23/04/2009.Pendekatan CTL Belajar Matematika.

M G Dwijiastuti.2006. Perencanaan Pembelajaran. Surakarta : FKIP UNS

Mulyani Sumanto. 1990. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Depdikbud

. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta : FKIP UNS

Narbuko, Cholid & Acmadi, Abu. 1997. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara.

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana.

Slavin, Steve. 2005. Matematika Untuk Sekolah Dasar (terjemahan). Bandung : Pakar Raya.

Vancleave’s, Janice. 2006. Matematika untuk Anak (terjamahan). Bandung ; Pakar Raya.

Yuniarsih. 2006. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Pecahan Dengan Alat Peraga Kertas Lipat Di Kelas III SDN Pedurungan Lor 02 Semarang Tahun Pelajaran 2005/2006. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang.UNNES Semarang.